Selasa, 04 Agustus 2009

"Terbang Atau Tidak Terbang Pokoknya Kambing"

Dua orang sahabat karib sedang berjalan dikegelapan malam, yang satu bernama Ahmad yang satu bernama Mansyur. Keduanya melihat bayang-bayang hitam yang agak samar. Ahmad menerka bahwa bayangan itu adalah seekor burung yang sedang mengepakkan sayapnya dan paruhnya mencabut bulu yang ada dibadannya lalu Ahmad berseru: “Sudah malam begini ada burung yang belum juga tidur”. Mendengar kata-kata itu Mansyur berkata: “Tidak mungkin itu burung karena biasanya yang ada disitu adalah kambing. Maka pasti itu kambing.”

Untuk membuktikan kebenarannya, maka keduanya sepakat untuk mendekati benda tersebut. Setelah mendekatinya, binatang itu terbang, lalu Ahmad berkata: “Batul kan apa kata saya bahwa itu adalah burung”. Mendengar kata-kata Ahmad, Mansyur berkata dengan suara keras dan emosi: “Biar terbang atau tidak terbang pokoknya kambing”.

Dengan lemah lembut dan menahan kesabaran Ahmad berkata: “Engkau melihat dengan mata kepala sendiri bahwa binatang tadi terbang, menurut logika mana mungkin kambing bisa terbang?”. Untuk mempertahankan gengsinya Mansyur menjawab: “Dari dulu juga orang tahu kalau biasanya disitu adalah kambing, dan kalau memang Allah menghendaki kambingpun bisa terbang karena Allah berkuasa atas segala sesuatu dan jika Allah menghendaki hanya berkata “kun fa yakun”. Seperti yang dikatakan dalam QS. Yasin (36) : 82 dan QS. Ali-Imran (3) : 29”.

“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “jadilah maka jadilah ia”. (QS. Yasin (36) : 82)

“Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali-Imran (3) : 29).

Setelah peristiwa ini disampaikan kepada masyarakat, justru masyarakat awam membenarkan pendapat Mansyur, karena Mansyur sebagai pemimpin agama dan umurnya lebih tua dari Ahmad. Masyarakat menganggap tidak mungkin Mansyur itu salah, karena Mansyur seorang ulama, sedangkan masyarakat tahu bahwa ulama adalah pewaris Nabi.
Dengan penuh kasih keikhlasan, Ahmad menjelaskan bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, tetapi tidak bertentangan dengan sunnatullah itu sendiri, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ahzab (33) : 62

“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang Telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah”.

QS. Al-Fath (48) : 23 “ Sebagai suatu sunnatullah[1403] yang Telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu”. [1403] Sunnatullah yaitu hukum Allah yang Telah ditetapkannya.

Qs. Fathir (35): 43 “Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan Karena rencana (mereka) yang jahat. rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang Telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu[1261]. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu”. [1261] yang dimaksud dengan sunnah orang-orang yang terdahulu ialah Turunnya siksa kepada orang-orang yang mendustakan rasul.

Qs. Ali-Imran (3) : 137 “Sesungguhnya Telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah AllahKarena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”.

Sambil memberikan perumpamaan bahwa Allah menciptakan Adam menjadi manusia dewasa, tetapi setelah anak cucu Adam secara sunnatullah harus lewat bayi yang kecil dan berproses menjadi dewasa. Begitu juga Allah menciptakan Ustadz Mansyur dari kecil yang tidak mengerti apa-apa lalu berproses menjadi dewasa dan menjadi pandai sehingga menjadi seorang ulama yang terkenal. Walaupun Allah berkuasa dan mampu menjadikan Ustadz Mansyur menjadi orang dewasa dan langsung menjadi ustadz yang terkenal, tetapi ia bertentangan dengan sunnatullah.

Mendengar jawaban yang sangat ilmiah dan argumentative itu, Mansyur tidak bisa berdalil lagi, tetapi unutk menjaga kewibawaannya serta reputasi dirinya supaya tidak jatuh dimata masyarakat, karena masyarakat mengkultuskannya, akhirnya ia berkata : “Wahai Ahmad! Aku ini telah puluhan tahun belajar agama dan puluhan ulama sebagai guruku. Kalau aku salah, berarti guruku juga salah. Kalau guruku salah berarti gurunya juga salah, kalau gurunya salah berarti ulama sifulan juga salah. Kalau ulama si fulan juga salah berarti imam anu juga salah. Apakah pantas kalau semua itu salah, dan kalau salah dia pasti masuk neraka. Apakah pantas ulama-ulama besar masuk neraka dan kamu sendiri yang paling benar?”.

Dengan nada yang sangat emosi, masyarakat awam menuduh Ahmad mengikuti aliran sesat, bahkan menganggap murtad dari agama Islam dan tidak menghormati para ulama.
Akhirnya Ahmad tidak mungkin melanjutkan diskusinya karena suasananya begitu emosional. Sambil meninggalkan tempat itu dan bergumam dalam dalam hatinya: “Betapa sulit menerangkan kebenaran kepada orang yang mantiknya sudah mentok”.

Dari Buku “SEBAGIAN KAUM MUSLIMIN MASIH NIKMAT DALAM KEBODOHAN”
Oleh. Drs. Mahyuddin HS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar