Senin, 27 Juli 2009

Hikmah

Saidina Utsman Ibnu Affan r.a. berkata : Antara tanda-tanda orang yang bijaksana itu ialah:
• Hatinya selalu berniat suci
• Lidahnya selalu basah dengan zikrullah
• Kedua matanya menangis kerana penyesalan (terhadap dosa)
• Segala perkara dihadapainya dengan sabar dan tabah
• Mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia.

Jumat, 17 Juli 2009

Ternyata kesyirikandizaman kita lebih parah dari ummat terdahulu

Para pembaca yang budiman, diantara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah acuh terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Alloh karena sedikitnya pemahaman tentang permasalahan-permasalahan agama. Dan jurang terdalam yang mereka masuki yaitu lembah hitam kesyirikan.

Perbuatan dosa yang paling besar inipun begitu samar bagi kebanyakan manusia karena kejahilan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia sebagaimana yang dikisahkan Alloh tentang sumpah iblis, “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Al-A’rof: 16). Bahkan kesyirikan hasil tipudaya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih parah daripada kesyirikan yang terjadi pada zaman Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam…!! Kenapa bisa demikian ?

Kemusyrikan Zaman Dahulu Hanya di Waktu Lapang

Sesungguhnya orang-orang musyrik pada zaman Rosululloh melakukan kesyirikan hanya ketika dalam keadaan lapang saja. Namun tatkala mereka dalam keadaan sempit, terjepit, susah dan ketakutan mereka kembali mentauhidkan Alloh, hanya berdo’a kepada Alloh saja dan melupakan segala sesembahan selain Alloh. Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh Alloh tentang keadaan mereka, “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al-Isra’: 67). “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Alloh) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: ‘Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka’.” (Az-Zumar: 8).

Itulah keadaan musyrikin zaman dahulu, lalu bagaimana keadaan musyrikin pada zaman kita ini? Ternyata sama saja bagi orang-orang musyrik zaman kita ini, baik dalam waktu lapang ataupun sempit tetap saja mereka menjadikan bagi Alloh sekutu. Tatkala punya hajatan (misalnya pernikahan, membangun rumah ataupun yang lainnya) mereka memberikan sesajen ke tempat-tempat yang dianggap keramat. Tatkala sesuatu ketika terkena musibah, mereka beranggapan bahwa mereka telah kuwalat terhadap yang mbaurekso (jin penunggu) kampungnya kemudian meminta ampun dan berdoa kepadanya agar menghilangkan musibah itu atau pergi ke dukun untuk menghilangkannya. Ini adalah bentuk kesyirikan kepada Alloh yang amat nyata. Alloh berfirman, “Hanya bagi Alloh-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan sesuatu yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Ar-Ro’du: 14)

Sesembahan Musyrikin Dulu Lebih Mending Sholehnya

Orang-orang musyrik pada zaman Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasallam menjadikan sekutu bagi Alloh dari dua kelompok, yang pertama adalah hamba-hamba Alloh yang sholeh, baik dari kalangan para nabi, malaikat ataupun wali. Dan yang kedua adalah seperti pohon, batu dan lainnya. Lalu bagaimana keadaan orang-orang musyrik zaman kita? Saking parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang suka berbuat maksiatpun mereka sembah dan diharapkan berkahnya. Lihat betapa banyak orang yang berbondong-bondong ngalap berkah ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Diceritakan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh, kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal. Konon sebelum meninggal Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul jika melakukan seperti apa yang ia lakukan bersama ibu tirinya. Sehingga sebagai syarat “mujarab” untuk mendapat berkah di sana, harus dengan berselingkuh dulu…!! Allohu Akbar!

Musyrikin Zaman Dahulu Tidak Menyekutukan Alloh Dalam Rububiyah-Nya

Tauhid Rububiyah adalah mengikrarkan bahwa Alloh lah satu-satunya pencipta segala sesuatu, yang memberikan rizki, yang menghidupkan dan mematikan serta hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Alloh. Ini semua diakui oleh orang-orang musyrik zaman dahulu. Dalilnya adalah firman Alloh, “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: ‘Alloh’, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Alloh )?.” (Az-Zukhruf: 87). Juga firman-Nya, “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh.’ Maka katakanlah ‘Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?’.” (Yunus: 31)

Akan tetapi titik penyimpangan mereka yaitu kesyirikan dalam Tauhid Uluhiyah (mengikrarkan bahwa hanya Alloh sajalah yang berhak ditujukan kepada-Nya segala bentuk ibadah, seperti do’a, nadzar, menyembelih kurban dan lain-lain). Inilah yang diingkari oleh musyrikin zaman dulu. Mereka berdoa kepada patung atau penghuni kubur bukan dengan keyakinan bahwa patung itu bisa mengabulkan do’a mereka atau punya kekuasaan untuk mendatangkan keburukan, namun yang mereka maksudkan hanyalah supaya patung (sebagai perwujudan dari orang sholeh) atau penghuni kubur itu dapat menyampaikan do’a mereka kepada Alloh. Mereka berkeyakinan bahwa orang sholeh itu yang telah diwujudkan/dilambangkan dalam bentuk gambar/patung tersebut mempunyai kedudukan mulia di sisi Alloh. Sementara mereka merasa banyak berbuat dosa dan maksiat, sehingga tidak pantas meminta langsung kepada Alloh, tetapi harus melalui perantara. Inilah yang mereka kenal dengan meminta syafa’at pada sesembahan mereka Mereka (orang-orang musyrik) mengatakan, “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya.” (Az-Zumar: 3)

Lalu bagaimana keadaan musyrikin sekarang ini? Diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa yang memberikan jatah ikan bagi nelayan, yang mengatur ombak laut selatan adalah Nyi Roro Kidul. Sungguh tidak seorang pun dapat menciptakan seekor ikan kecil pun, ini adalah hak khusus Alloh dalam Rububiyah-Nya, tetapi mereka menisbatkannya kepada Nyi Roro Kidul. Allohu akbar! betapa keterlaluan dan lancangnya terhadap Pencipta alam semesta!!! Sehingga tidaklah heran pula jika banyak diantara masyarakat yang takut memakai baju hijau tatkala berada di pantai selatan, karena khawatir ditelan ombak yang telah diatur oleh Nyi Roro Kidul.

Lihatlah, betapa orang-orang musyrik zaman dahulu lebih berakal daripada orang-orang musyrik sekarang ini. Karena maraknya bentuk-bentuk kesyirikan dan samarnya hal tersebut sudah seharusnya setiap kita untuk mempelajari ilmu tauhid agar dapat menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari segala macam bentuk kesyirikan. Sungguh betapa jahilnya orang yang mengatakan “Untuk apa belajar tauhid sekarang ini?”

Akhirnya kita memohon kepada Alloh agar memberikan kepada kita taufik dan menjauhkan diri kita dari berbagai macam bentuk kesyirikan yang merupakan sebab kehancuran di dunia maupun di akhirat. Wallohu A’lam.

***

Penulis: Ibnu ‘Ali Al-Barepany
www.muslim.or.id

Jumat, 10 Juli 2009

Istri Shalihah Penyejuk Hati

Dengan wajah lesu dan tatapan penuh kekecewaan, seorang suami mengadukan permasalahan yang sedang dia hadapi bersama istrinya kepada salah seorang sahabatnya yang mengerti agama.
“Saya hampir tidak pernah menikmati kecantikan istri saya yang sebenarnya dia miliki, “kata si suami mengawali pengaduannya. Istrinya hanya mau berdandan bila akan ke pesta atau sekedar jalan-jalan. Tetapi si istri tidak punya kebiasaan seperti itu bila tidak keluar, bahkan dianggapnya lucu karena bukan pada tempatnya untuk berdandan di rumah. Begitulah kira-kira isi keluhan si suami. Sahabatnya menasehati. “Tunaikanlah hak istrimu yaitu didiklah ia dengan ajaran agama, agar mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, bersabar dan banyaklah berdoa pada Allah. “Suami itu tersentak sadar bahwa meskipun perjalan rumah tangganya dengan sang istri telah membuahkan lima anak dia sama sekali belum menunaikan hak istri yang satu ini.

Istri Shalihah
Ingin selalu tampil cantik dihadapan lawan jenisnya sudah menjadi kesenangan tersendiri bagi umumnya wanita. Namun kenyataan yang ada sekarang sering istri berpikir terbalik. Didalam rumah dan dihadapan suaminya, istri merasa tidak begitu perlu untuk tampil dengan dandanan yang cantik dan memikat. Namun jika keluar rumah segalanya dipakai; baju yang bagus, aksesoris indah, make-up yang mencolok dan parfum yang semerbak turut melengkapi agar dapat tampil wah.
Lalu bagaimana cara menyelamatkan keadaan yang terbalik ini?
dengan penuh kemantapan dan tanpa ragu sedikitpun, jawabannya adalah kembali kepada ketentuan syari’ah islam dan tidak ada alternatif lain. Islam telah memberikan bimbingan, bagaimana menjadi istri yang shalihah, sebagaimana ciri-cirinya telah disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Bahwa beliau bersabda:
“Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)
Kalau kita lihat tuntunan islam diatas, ternyata bukanlah suatu yang sulit untuk dilaksanakan. Siapa pun bisa melakukannya. Disamping itu istri yang mempunyai tiga ciri diatas memiliki kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan diibaratkan sebagai perhiasan dunia yang terbaik; sebagaimana yang dinyatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:
“Dunia adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (HR.Muslim dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash)

Diniatkan untuk Ibadah
Seorang istri yang baik akan berusaha untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun terkadang timbul perasaan malas atau berat untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajibannya, tetapi hendaknya diingat bahwa keridhaan suami lebih diutamakan diatas perasaannya. Lihatlah apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam ketika Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertanya:
“Siapa diantara manusia yang paling besar haknya atas (seorang) istri?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam menjawab, “Suaminya.. “ (HR. Hakim dan Al-Bazzar)
Dengan taat kepada suami dan tentunya dengan menjalankan kewajiban agama lainnya, dapat mengantarkan istri kepada surga-Nya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan di shahihkan oleh Al-Albani:
“Bila seorang wanita telah mengerjakan shalat lima waktu dan berpuasa pada bulan Ramadhan dan memelihara kemaluannya serta taat kepada suaminya, maka kelak dikatakan kepadanya: “masuklah dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.”
Kemudian hendaklah istri mengingat akan besarnya hak suami atas dirinya, sampai-sampai seandainya dibolehkan sujud kepada selain Allah maka istri diperintahkan untuk sujud kepada suaminya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:
“Andaikan saja dibolehkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi: Hasan Shahih)
Terlalu banyak peluang bagi seorang istri untuk beribadah kepada Allah dalam rumah tangganya dan terlalu mudah dalam memperoleh pahala dalam kehidupan suami istri. Namun sebaliknya terlalu mudah pula seorang istri terjerumus kepada dosa besar kalau melanggar ketentuan yang telah Allah gariskan. Yang perlu diingat oleh istri ialah agar berupaya mengikhlaskan niat hanya untuk Allah dalam melaksanakan kewajibannya sepanjang waktu.

Menyenangkan Hati Suami
Apabila diperintah oleh suaminya, istri diwajibkan untuk mentaati. Dan apabila suaminya tidak ada dirumah, istri harus pandai menjaga dirinya dan kehormatannya serta menjaga amanah harta suaminya. Istri yang demikian ini akan dijaga oleh Allah sebagaimana Firman-Nya:
“ ..maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa’: 34)
Adapun kriteria pertama dan ciri-ciri shalihah; Imam As-Sindi mengatakan dalam bukunya Khasyiah Sunan Nasai juz 6 hal 377: “Menyenangkan bila dipandang itu artinya indahnya penampilan secara dzahir serta akhlaq yang mulia. Juga terus menerus menyibukkan diri dalam taat dan bertaqwa kepada Allah.”
Banyak hal yang dapat menyenangkan hati suami, diantaranya: penampilan diri agar enak dipandang, dan berbicara dengan menggunakan tutur yang menyenangkan serta dalam hal pengaturan rumah mampu menciptakan suasana bersih dan nyaman.

a. Penampilan Diri
Umumnya suami lebih sering keluar rumah untuk menunaikan tugasnya apakah itu bekerja mencari nafkah ataukah berdakwah, sementara kita tahu keadaan di luar, sangat mudah sekali pandangan mata menjumpai wanita yang berpakaian minim dan menyebarkan aroma wewangian. Sekalipun seorang istri percaya suaminya akan berusaha memalingkan wajah dan menundukkan pandangannya karena takut dosa, namun laki-laki yang normal mungkin dapat tergoda melihat aurat yang haram tersebut. Diakui atau tidak, hal ini sangat mungkin terjadi.
Bagaimana seandainya istri merasa tidak perlu untuk tampil cantik dihadapan suami dengan alasan tidak adanya waktu karena telah tersibukkan dengan anak dan urusan rumah, apalagi bila tidak ada pembantu. Sehingga dengan penampilan seenaknya dan terkadang (maaf) menyebarkan aroma yang kurang sedap ketika menyambut suaminya yang baru datang dari luar.
Berpakaian model apapun yang diingini dan disenangi suami dibolehkan dalam syariat islam dan tidak ada batasan aurat antara istri dan suaminya. Dandanan yang memikat dan aroma parfum yang harum akan menjaga dan memagari suami dari maksiat. Mata suami akan tertutup dari melihat pemandangan haram di luar rumah bila mata itu dipuaskan oleh istrinya dalam rumah. Jika istri tidak dapat memuaskan atau menyenangkan suami sehingga suaminya sampai jatuh dalam kemaksiatan (tertarik melihat pemandangan haram di luar rumah) maka berarti si istri turut berperan membantu suaminya bermaksiat kepada Allah.

b. Berbicara yang Enak
Pada saat suami istri duduk-duduk sambil berbincang tentang barbagai hal, hendaknya istri memlilih ucapan yang baik dengan tutur kata yang indah dan lembut serta sedapat mungkin menghindari pembicaraan yang tidak disukai oleh suami. Demikian pula ketika suami berbicara istri sebaiknya mendengarkan dengan penuh perhatian dan tidak memotong pembicaraan suami.

c. Pengaturan Rumah
Penting juga diperhatikan penataan rumah yang baik, bersih dari najis dan terhindar dari aroma yang kurang sedap. Walhasil, ciptakan suasana rumah yang menjadikan suami betah berada di dalamnya. Untuk membuat penampilan lebih menarik tidak harus dengan wajah yang cantik, demikian juga untuk membuat rumah bersih dan rapih tidak harus dengan harga yang mahal. Insya Allah semuanya bisa dilaksanakan dengan mudah selama ada keinginan dan diniatkan ikhlas untuk mencari ridha Allah. Bukankah segala sesuatu yang baik itu akan bernilai ibadah bila diniatkan hanya untuk Allah?

Sumber: http://groups.yahoo.com/group/ekpi2/message/322